Tari tradisional Jawa Barat
1.Tari Topeng
Secara
historis, pertunjukkan tari topeng diawali di Cirebon tepatnya pada
abad ke-19 yang dikenal dengan Topeng Bahakan. Menurut T. Tjetje
Somantri (1951) daerah Jawa Barat antara lain Sumedang, Bandung, Garut
dan Tasikmalaya pada tahun 1930 didatangi oleh rombongans topeng berupa
wayang wong dengan dalangnya bernama Koncer dan Wentar. Berdasarkan data
historis inilah teori awal munculnya tari topeng ke Jawa Barat
(Priangan) ditetapkan sebagai awal perkembangan Tari Topeng Priangan.
Bentuk
pertunjukkan tari topeng dibedakan atas dua bentuk pertunjukan yaitu
topeng Cirebon dan Topeng Priangan. Adapun bentuk pertunjukkan Tari
Topeng Cirebon memiliki bermacam-macam bentuk yaitu :
•Topeng Babarang / Baragan
•Topeng Hajatan / Dinaan
•Topeng Ngunjung
•Topeng Kuputarung
Sedangkans topeng Priangan hanya tersaji dalam satu bentuk saja yang lebih bersifat entertaintment (hiburan)
Susunan
penyajian tari topeng pun memiliki perbedaan. Tari Topeng Cirebon
memiliki lima bagian penyajian yaitu : Panji, dilakukan pada bagian
pertama, karakteristiknya halus atau lungguh, memakai kedok yang
berwarna putih
•Pamindo/Samba
: menggambarkan seorang raja yang menginjak dewasa yang serba ingin
tahu, gerakannya enerjik, lincah dan penuh dinamika
•Rumyang
: menggambarkan seseorang yang beranjak dewasa dan serba ingin tahu
terhadap lingkungan sekitarnya. Gerakannya lincah, lembut, tegas dan
terputus-putus dengan kedok berwarna merah jambu (pink)
•Tumenggung/Patih
: karakteristik Tumenggung adalah gagah. Tarian ini dilatarbelakangi
oleh kisah Tumenggung Magang Diraja yang diutus untuk menaklukkan
Jinggananom. Kedok yang harus digunakan oleh tokoh Tumenggung adalah
Slasi, Drodos dan Sanggan. Sementara tokoh Jinggananom memakai kedok
Tatag Prekicil, Peloran dan Mimis
•Kelana/Rowana:
menggambarkan personalitas raja yang gagah dan angkara murka. Kedok
yang digunakan berwarna merah tua atau kecoklatan. Dengan ciri khas
berkumis dan berjambang tebal, serta memakai mahkota susun emas.
Didalam
pertunjukkan topeng Cirebon yang utuh, terdapat beberapa macam kedok
bodor yang juga ikut ditampilkan, antara lain kedok tembeb, pentul dan
dayun.
Adapun susunan Tari Topeng Priangan mencakup tiga watak yaitu :
•Tari
Topeng Tumenggung, menggambarkan watak seorang pejabat tinggi yang
karismatik, berpengaruh dan disegani masyarakat sekitarnya.
•Tari Topeng Kencana Wungu, menggambarkan karaktek yang lincah dan dinamis, dengan kedok berwarna telor asin.
•Tari topeng kelana : menggambarkan karakter yang enerjik dan kasar.
2.TARI WAYANG
Tari
wayang mulai dikenal masyarakat pada masa kesultanan Cirebon pada abad
ke-16 oleh Syekh Syarif Hidayatullah, yang kemudian disebarkan oleh
seniman keliling yang datang ke daerah Sumedang, Garut, Bogor, Bandung
dan Tasikmalaya.
Berdasarkan segi penyajiannya tari wayang dikelompokkan menjadi 3 bagian antara lain :
1.Tari
Tunggal yaitu tarian yang dibawakan oleh satu orang penari dengan
membawakan satu tokoh pewayangan. Contoh : Tari Arjuna, Gatotkaca, dll
2.Tari
berpasangan, yaitu tarian yang dibawakan oleh dua orang penari atau
lebih yang keduanya saling melengkapi keutuhan tariannya, contoh : Tari
Sugriwa, Subali dll.
3.Tari Massal yang berjumlah lebih dari satu penari dengan tarian atau ungkapan yang sama. Contoh : Tari Monggawa, Badaya.
Tari
wayang memiliki tingkatan atau jenis karakter yang berbeda misalnya
karakter tari pria dan wanita. Karakter tari wanita terdiri dari Putri
Lungguh untuk tokoh Subadra dan Arimbi serta ladak untuk tokoh Srikandi.
Sedangkan karakter tari pria terdiri dari :
•Satria Lungguh untuk tokoh Arjuna, Abimanyu, dan Arjuna Sastrabahu.
•Satria Ladak Lungguh untuk tokoh Arayana, Nakula dan Sadewa
•Satria Ladak Dengah/Kasar untuk tokoh Jayanegara, Jakasono, Diputi Karna dan sebagainya
•Monggawa Dengah/Kasar seperti Baladewa dan Bima
•Monggawa Lungguh seperti Antareja dan Gatotkaca
•Denawa Raja seperti Rahwana dan Nakula Niwatakawaca.
Secara garis besar, jika dilihat dari segi koreografinya tari wayang memiliki tiga gerakan utama yaitu :
Pokok
ialah patokan tarian, gerak tersebut antara lain adeg-adeg, jangkung
ilo, mincid, keupat, gedut, kiprahan, tindak tilu, engkek gigir,
mamandapan, dan calok sembahan
Peralihan
ialah gerak sebagai sisipan yang digunakan sebagai peralihan dari gerak
satu ke gerak yang lainnya. Misal cindek, raras, trisi dan gedig.
Khusus ialah gerak secara spesifik yang terdapat pada tari tertentu.
3.TARI KURSUS
Berdasarkans
etimologinya, arti kata khusus berasal dari Bahasa Belanda Curcus yaitu
belajar secara teratur. Tari Kursus merupakan perkembangan dari tari
Tayub yang tumbuh dan berkembang pada masa keemasan kaum bangsawan tempo
dulu.
Tari
kursus berdiri pada 1927 yang dikenal dengan nama perkumpulan
Wirahmasari pimpinan R. Sambas Wirakusumah dari Ranca Ekek Bandung. Tari
Kursus merupakan salah satu tarian yang diajarkan secara sistematis dan
mempunyai patokan atau aturan tertentu dalam cara membawakannya.
Disamping itu tari kursus juga mempunyai nilai estetis yang cukup tinggi
dan kaya akan pokabuler gerak.
Berdasarkan bentuk penyajiannya tari kursus dibagi kedalam 5 tahapan yakni :
1.Tari Lenyepan : karakternya lembut, halus, selaras dengan Satrias Lungguh.
2.Tari Gawil : karakternya lanyap atau ladak selaras dengan Satria Dangah
3.Tari Kawitan : karakternya lenyep atau lanyap dan Ponggawa.
4.Tari Gunungsari : karakternya ponggawa lungguh
5.Tari Kastawa : karakternya agung
Tatanan gerak tari kursus dapat dibagi kedalam lima kelompok yang terdiri dari :
1.Gerak Pokok : rangkaian dari gerak unsur, penghubung dan peralihan
2.Gerak
Unsur : sikap-sikap yang terdiri dari kesatuan bentuk-bentuk yang
terdapat pada kaki, lengan, kepala, leher, bahu, badan dan mata
3.Gerak Penghubung : menghubungkan bentuk sikap yang satu untuk mencapai bentuk atau sikap lainnya
4.Gerak Peralihan : menyangkut perpindahan adegan terutama pada gerak-gerak pokok yang satu kepada yang lain
5.Gerak Pelengkap : gerak sisipan yang memperindah gerak dan sikap.
Karawitan
yang digunakan dalam penyajian tari kursus adalah gamelan pelengkap
dengan laras Salendro atau Pelog. Waditranya terdiri dari saron satu dan
dua, seperangkat kendang, demung, kenong, rebab, gambang, bonang,
rincik, penerus, peking, kecrek, selentem, kempul dan gong besar. Pada
umumnya jenis lagu yang dibawakan yaitu lagu ageung, opat wilet naek
lagu kering dua dan tiga dengan tempo 4 gurudugan.
4.Tari Jaipongan
Jaipongan
adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang
seniman asal Bandung, Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat
yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan
mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada
Kliningan/Bajidoran atau Ketuk Tilu. Gerak-gerak bukaan, pencugan,
nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian di atas
cukup memiliki inspirasi untuk mengembangkan tari atau kesenian yang
kini dikenal dengan nama Jaipongan.
Sebelum
bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari
pergaulan merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam
pertunjukan tari-tari pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan
pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk
kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara gaul. Keberadaan
ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang
simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu
dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar
tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya
didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi
rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian
pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang
baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring
dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton
yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub)
beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah
Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan
Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya
maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian
sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub). Dalam pada itu, eksistensi
tari-tarian dalam Topeng Banjet cukup digemari, khususnya di Karawang,
di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari tarian dalam Topeng
Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan pola-pola
tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan,
nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi
dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari
Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet
adalah Tayuban dan Pencak Silat.
Kemunculan
tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu
perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan
dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan
warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya,
yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
5.Tari Merak
Tari Merak, adalah sebuah tari yang mengisahkan kehidupan burung merak yang serba indah dan memukau.
6.Tari Topeng Kuncaran
Tari Topeng Kuncaran, merupakan sebuah tarian yang mengisahkan dendam kesumat seorang raja karena cintanya ditolak.
7.TARI TOPENG CISALAK
Topeng
Cisalak (masuk kategori kanda wetan=berbahasa Sunda) merupakan salah
satu jenis kesenian masyarakat sunda. Topeng Kinang Putra yang berada di
Kampung Curug, Desa Cisalak Kecamatan Cimanggis Kabupaten DT II Bogor
merupakan salah satu contoh topeng Cisalak yang legendaris. Perkumpulan
topeng ini dipimpin oleh Dalih bin Djiun ini. Perkumpulan topeng lainnya
yang ada di Kabupaten Bekasi, Jakarta, Tangerang dll merupakan turunan
atau pecahan dari kelompok Topeng Kinang Putra.
Waditra
yang digunakan sangat sederhana : rebab atau sulung, kendang, terbang,
kromong, kecrak. Lagu yang dinyanyikan adalah lagu-lagu priangan. Selain
menyajikan lagu topeng ini juga menampilkan berbagai lakon: lawakan dan
drama rumah tangga.
Meskipun
Topeng Cisalak dikatakan juga sebagai Topeng Betawi tapi tidak berarti
kesenian ini berasal dari Betawi (DKI Jakarta). Kesenian ini merupakan
sebagian dari khazanah kesenian masyarakat Sunda Jawa Barat. Hanya
karena daerah pementasan dan bahasa yang digunakan adalah bahasa dan
dialek Betawi maka disebut Topeng Betawi.
8.TARI TOPENG BABAKAN
Adalah
pertunjukan jenis kesenian topeng yang ditanggap oleh seseorang hanya
untuk macam Tarian Topeng tertentu (Perbabak). Terdapat di Cirebon dan
sekitarnya merupakan jenis seni tari rakyat di Jawa Barat.
Satu
Tarian Topeng berarti Satu Babak, Dua Tarian Topeng berarti Dua Babak.
Biasanya yang paling di senangi adalah Tari Topeng Kalana yang gagah,
kedoknya berwarna merah, dengan penampilan yang garang atau beringas.
Pada
pertunjukkannya, mungkin juga dibubuhi dengan Tari Topeng Bodor.
Umpamanya; kalau yang dimaksud Tari Topeng Kalana itu adalah
menggambarkan Rahwana yang murka dan Gandrung, maka Panakawannya adalah
Togog. Dia menghibur rajanya yang sedang kasmaran, mabuk kepayang,
merindukan Dewi Sinta. Togog oleh Rahwana dirangkul, sebab pandangan
Rahwana bahwa dihadapannya adalah Dewi Sinta. Di sinilah para penonton
tertawa tergelak-gelak, melihat adegan yang lucu tersebut.
9.TOPENG DINAAN
Adalah
jenis Ibing (tari) Topeng yang menyebar di Kabupaten Cirebon, Indramayu
dan Majalengka, Jawa Barat. Pertunjukkannya sehari suntuk
(sedina/sadinten). Dipertunjukkan setela pementasan Wayang Kulit pada
upacara Babarit.
Selain
sebagai pelengkap setelah upacara Babarit, Topeng Dinaan pun di
pertunjukkan pada acara selamatan, khitanan, pernikahan bahkan pada
pesta kenegaraaan atau hari-hari penting lainnya.
Dalam
topeng dinaan disajikan tari topeng watak yang terdiri dari: Tari
Topeng Panji, melambangkan manusia yang berkelakuan baik, bersih seperti
bayi baru lahir. Tari Topeng Panji berwatak Lungguh (tenang); Tari
Topeng Pamindo melambangkan orang beranjak remaja, berwatak Ganjen
(lincah); Tari Topeng Rumiang baru beranjak akan dewasa, berwatak agak
ganjen ; Tari Topeng Tumenggung, melambangkan orang yang sudah dewasa,
berwatak mapan (mempunyai keyakinan); Tari Topeng Kalana melambangkan
orang yang sudah mempunyai waktu, berwatak garang.
Untuk
memperpanjang waktu pagelaran, pertunjukannya diselingi oleh Bodor
(lawakan) dengan Ibing Topeng Bodor, yang kadang-kadang pula disertai
oleh Nayaga uang muncul di pentas dan pada sat ini penari utama
beristirahat.
Tari
Topeng Bodornya yaitu Pentul (laki-laki) dan Nyo (wanita) yang muncul
pada adegan terpisah. Pada Tari Tumenggung disertai oleh Tari Jinggaanom
yang bersifat agak jenaka
10.Tari Srimpi
Suatu
jenis tari klasik dari daerah Yogyakarta yang selalu dibawakan oleh 4
penari, karena kata srimpi adalah sinonim bilangan 4. Hanya pada Srimpi
Renggowati penarinya ada 5 orang. Menurut Dr. Priyono nama serimpi
dikaitkan ke akar kata “impi” atau mimpi. Menyaksikan tarian lemah
gemulai sepanjang 3/4 hingga 1 jam itu sepertinya orang dibawa ke alam
lain, alam mimpi.
Menurut Kanjeng Brongtodiningrat, komposisi penari Serimpi melambangkan empat mata angin atau empat unsur dari dunia yaitu :
1. Grama ( api)
2. Angin ( Udara)
3. Toya (air)
4. Bumi ( Tanah)
Sebagai
tari klasik istana di samping bedhaya, serimpi hidup di lingkungan
istana Yogyakarta. Serimpi merupakan seni yang adhiluhung serta dianggap
pusaka Kraton. Tema yang ditampilkan pada tari Serimpi sebenarnya sama
dengan tema pada tari Bedhaya Sanga, yaitu menggambarkan pertikaian
antara dua hal yang bertentangan antara baik dengan buruk, antara benar
dan salah antara akal manusia dan nafsu manusia.
11.Tari Gambyong
Tarian
Klasik ini berasal dari Surakarta, Jawa Tengah yang menggambarkan
sifat-sifat wanita yang diungkapkan dalam gerak halus, lembut lincah dan
terampil. Meskipun begitu sebagai seorang wanita tetap menonjolkan
keluwesannya. Nama tari Gambyong disesuaikan dengan nama gending yang
mengiringinya. Contoh : Gambyong Gambirsawit, Gambyong Pareanom, dan
Gambyong Pangkur.
12.Bedhaya Ketawang
Bedhaya
Ketawang adalah juga salah satu tarian tradisional yang datang dari
SOLO dan Jogja ( Pulau Jawa bagian Tengah). Kita sering lihat tarian ini
dalam beberapa aktivitas seperti suatu upacara penobatan raja, festival
atau pertunjukan. Bedhaya Ketawang dimainkan oleh 9 penari.
Masing-Masing penari mempunyai tugas dan nama khusus. Nama mereka adalah
Batak ( penari pertama), Endhel Ajeg, Endhel Weton, Apit Ngarep, Apit
Mburi, Apit Meneg, Gulu, Dhada, dan Boncit.
Tarian
ini pada umumnya ditemani oleh Musik Jawa Orkes yang disebut Gamelan.
Gamelan ini dinamai Gamelan Kyai Kaduk Manis yang terdiri dari dari
banyak instrumen musik seperti kendhang Ageng ( kendhang besar),
Kendhang Ketipung, Kenong, dan kethuk
13.Seni Barong Blora,
merupakan
salah satu kesenian rakyat yang sangat populer di kalangan masyarakat
Blora. Alur cerita bersumber dari hikayat panji. Di dalam seni Barong
tercermin sifat-sifat kerakyatan seperti spontanitas, sederhana, keras,
kompak yang dilandasi kebenaran. Kesenian barongan berbentuk tarian
kelompok yang terdiri dari tokoh Singo Barong, Bujangganong, Joko
Lodro/Gendruwon. Jaranan/Pasukan Berkuda, serta prajurit.
14.Tari Aplang
merupakan
tarian tradisional yang berasal dari Kabupaten Banjarnegara. Dahulu
Tari Aplang digunakan untuk syiar Agama Islam. Aplang berasal dari kata
ndaplang yang berarti tangan digunakan seperti gerakan silat. Tarian ini
ditarikan oleh remaja putra-putri dengan diiringi rebana, bedug,
kendang dan nyanyian syair salawatan. Kostumnya model Islam Jawa yang
indah dipandang mata. Kembali ke Jatidiri Bangsa Kabupaten Banjarnegara.
15.Tari Loro Blonyo.
Tari
Loro Blonyo merupakan gambaran Dewi Sri dan saudaranya Dewa Sadana.
Dewi Sri adalah Dewi pelindung padi dan pemberi berkah serta merupakan
lambang kemakmuran. Dewa Sadana adalah Dewa sandang pangan. Pada saat
sekarang, kedua dewa dan dewi tersebut sudah sirna dari bumi pertiwi dan
menetap di Tirta Kedasar. Sepeninggal mereka keadaan bumi pertiwi makin
terpuruk. Bencana, malapetaka serta huru-hara terjadi di mana-mana.
Atas petunjuk Dewa Wisnu agar keadaan kembali aman tenteram maka kedua
dewa dewi tersebut harus dikembalikan. Hal tersebut tidak mudah karena
untuk mendapatkan mereka harus berhadapan dulu dengan raksasa penunggu
negara Tirta Kedasar. Semar akhirnya bisa membawa kembali mereka dan
bumi pertiwi kembali pulih. Untuk mensyukuri keberhasilan tersebut
dibunyikan kothekan lesung yang berirama magis. Tepuk tangan buat
Karanganyar.
16.Tari Bambangan Cakil
Tari
Bambangan Cakil merupakan salah satu tari klasik yang ada di Jawa
khususnya Jawa Tengah.[1] Tari ini sebenarnya diadopsi dari salah satu
adegan yang ada dalam pementasan Wayang Kulit yaitu adegan Perang
Kembang.[1] Tari ini menceritakan perang antara ksatria melawan
raksasa.[1] Ksatria adalah tokoh yang bersifat halus dan lemah lembut,
sedangkan Raksasa menggambarkan tokoh yang kasar dan bringas.[1] Didalam
pementasan wayang Kulit, adegan perang kembang ini biasanya keluar
tengah-tengah atau di Pathet Sanga.[1] Perang antara Ksatria (Bambangan)
melawan raksasa ini sangat atraktif, dalam adegan ini juga bisa
digunakan sebagai tempat penilaian seorang dalang dalam menggerakkan
wayang.[1]
Makna yang terkandung dalam tarian ini adalah bahwa segala bentuk kejahatan, keangkara murkaan pasti kalah dengan kebaikan.
17.Tari Bondan
adalah
tari yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah. seorang anak wanita
dengan menggendong boneka mainan dan payung terbuka, menari dengan
hati-hati di atas kendi yang diinjak dan tidak boleh pecah. Tarian ini
melambangkan seorang ibu yang menjaga anak-anaknya dengan hati-hati.
Tari
ini dibagi menjadi 3, yaitu Bondan Cindogo, Bondan Mardisiwi, dan
Bondan Pegunungan/ Tani. Tari Bondan Cindogo dan Mardisiwi melambangkan
seorang ibu yang menjaga anaknya yang baru lahir dengan hati-hati dan
dengan rasa kasih sayang . Tapi Bondan Cindogo satu-satunya anak yang
ditimang-timang akhirnya meninggal dunia. Sedang pada Bondan Mardisiwi
tidak, serta perlengakapan tarinya sering tanpa menggunakan kendhi
seperti pada Bondan Cindogo.
Di
tahun 1960an, Tari Bondan adalah tari unggulan atau tari wajib bagi
perempuan-perempuan cantik untuk menunjukkan siapa jati dirinya. Hampir
semua penari Tari Bondan adalah kembang kampung. Tari Bondan ini juga
paling sulit ditarikan karena sambil menggendong boneka, si penari harus
siap-siap naik di atas kendi yang berputar sambil memutar-mutarkan
payung kertasnya. Penari Tari Bondan biasanya menampilkan Tari Bondan
Cindogo dan Mardisiwi memakai kain Wiron, memakai Jamang, baju kutang,
memakai sanggul, menggendong boneka, memanggul payung, dan membawa
kendhi. Untuk gendhing iringannya Ayak-ayakan diteruskan Ladrang
Ginonjing. Sedangkan Bondan Pegunungan, melukiskan tingkah laku putri
asal pegunungan yang sedang asyik menggarap ladang, sawah, tegal
pertanian. Dulu hanya diiringi lagu-lagu dolanan tapi sekarang diiringi
gendhing.
Ciri tarian
:yaitu
mengenakan pakaian seperti gadis desa, menggendong tenggok, memakai
caping dan membawa alat pertanian. Bentuk tariannya pertama melukiskan
kehidupan petani kemudian pakaian bagian luar yang menggambarkan gadis
pegunungan dilepas satu demi satu dengan membelakangi penonton.
Selanjutnya menari seperti gerak tari Bondan Cindogo atau Mardisiwi.
18.Beksan Wireng
berasal dari kata Wira (perwira) dan 'Aeng' yaitu prajurit yang unggul,
yang 'aeng', yang 'linuwih'. Tari ini diciptakan pada jaman
pemerintahan Prabu Amiluhur dengan tujuan agar para putra beliau tangkas
dalam olah keprajuritan dengan menggunakan alat senjata perang.
Sehingga tari ini menggambarkan ketangkasan dalam latihan perang dengan
menggunakan alat perang.
Ciri-ciri tarian ini :
-- Ditarikan oleh dua orang putra/i
-- Bentuk tariannya sama
-- Tidak mengambil suatu cerita
-- Tidak menggunakan ontowacono (dialog)
-- Bentuk pakaiannya sama
-- Perangnya tanding, artinya tidak menggunakan gending sampak/srepeg, hanya iramanya/temponya kendho/kenceng
-- Gending satu atau dua, artinya gendhing ladrang kemudian diteruskan gendhing ketawang
-- Tidak ada yang kalah/menang atau mati.
c. Tari Pethilan : hampir sama dengan Tari Wireng. Bedanya Tari Pethilan mengambil adegan / bagian dari ceritera pewayangan.
Ciri-cirinya :
-- Tari boleh sama, boleh tidak
-- Menggunakan ontowacono (dialog)
-- Pakaian tidak sama, kecuali pada lakon kembar
-- Ada yang kalah/menang atau mati
-- Perang mengguanakan gendhing srepeg, sampak, gangsaran
-- Memetik dari suatu cerita lakon.
Contoh dari Pethilan :
-- Bambangan Cakil
-- Hanila
-- Prahasta, dll.
19.Tari Dolalak, di Purworejo.
Pertunjukan
ini dilakukan oleh beberapa orang penari yang berpakaian menyerupai
pakaian prajurit Belanda atau Perancis tempo dulu dan diiringi dengan
alat-alat bunyi-bunyian terdiri dari kentrung, rebana, kendang, kencer,
dllnya. Menurut cerita, kesenian ini timbul pada masa berkobarnya perang
Aceh di jaman Belanda yang kemudian meluas ke daerah lain.
20.Tari Golek
Tari
ini berasal dari Yogyakarta. Pertama dipentaskan di Surakarta pada
upacara perkawinan KGPH. Kusumoyudho dengan Gusti Ratu Angger tahun
1910. Selanjutnya mengalami persesuaian dengan gaya Surakarta. Tari ini
menggambarkan cara-cara berhias diri seorang gadis yang baru menginjak
masa akhil baliq, agar lebih cantik dan menarik. Macam-macamnya :
-- Golek Clunthang iringan Gendhing Clunthang
-- Golek Montro iringan Gendhing Montro
-- Golek Surungdayung iringan Gendhing Ladrang Surungdayung, dll.
http://bayumusty.blogspot.com/2012/01/macammacam-tari-tradisional-jawa-barat.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar